Jakarta - Negeri Kanguru dinilai dengan negara yang mempunyai reputasi baik dengan kualitas hidup terjamin. Siapa sangka, perlakuan turisnya di luar negeri bikin geleng-geleng kepala.
Berdasarkan SafeAround, sebuah website yang menunjukkan informasi wacana keamanan traveling, Australia menduduki posisi ke-12 sebagai negara tingkat keamanan tertinggi. Itu berarti, turis maupun warga lokal sanggup melaksanakan acara dengan nyaman, minim gangguan dari pihak luar.
Begitu pun dengan kualitas hidup. Di tahun 2018 lalu, The Economist menobatkan dua kota besar di Australia, Melbourne dan Adelaide sebagai tempat paling layak huni di dunia. Secara posisi, Melbourne jadi juara di posisi pertama dan Adelaide di posisi ke-5.
Fasilitas publik, regulasi dan banyak sekali penunjang dirasa cukup untuk mengakibatkan Australia negara yang maju. Namun, acap kali negara yang maju tidak membuat mereka sanggup bersikap dengan baik di negara lain--meski, tidak semua orang Australia.
Sudut Kota Melbourne (Shinta/detikcom) |
Melalui data yang dimiliki oleh Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) atau Kementerian Luar Negeri & Perdagangan Australia, 10 negara yang paling banyak dituju orang Australia dikala ke luar negeri adalah:
1. Selandia Baru
2. Indonesia
3. Amerika Serikat
4. Inggris
5. Thailand
6. China
7. Jepang
8. Singapura
9. India
10. Fiji
Indonesia, Destinasi Favorit orang Australia
Indonesia pun menjadi posisi ke-2 yang paling banyak dikunjungi orang Australia. Mereka seringkali berkunjung ke Bali. Namun, nyatanya kunjungan turis yang bisa jadi imbas positif kedua belah pihak, malah menjadi ampas pahit bagi Tanah Air.
Tidak dipungkiri, Australia merupakan turis yang paling banyak ke Indonesia, tepatnya Bali.
"Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara sepanjang Januari-November 2018 sebanyak 5.572142 orang. Menurut kebangsaan wisman yang tercatat paling banyak tiba ke Bali pada Januari-November 2018 yaitu wisman dengan kebangsaan Tiongkok (22,99 persen), Australia (19,16 persen), India (5,75 persen), Inggris (4,51 persen), Jepang (4,29 persen), AS (3,84 persen), Prancis (3,37 persen), Jerman (3,15 persen), Malaysia (3,06 persen), dan Korea Selatan (2,33 persen)," kata Kepala BPS Provinsi Bali Adi Nugraha dalam keterangan tertulisnya, Rabu (2/1/2019).
BACA JUGA: Turis China dan Australia Terbanyak Liburan ke Bali Sepanjang 2018
Tindakan Tak Senonoh
Nyatanya, kunjungan turis Australia tidak selamanya baik-baik saja. Sejumlah tindakan tidak senonoh dilakukan WN Australia dikala ke Indonesia, khususnya Bali.
Beberapa waktu lalu, sejumlah turis Australia bertindak senonoh dengan pipis sembarangan dan bugil di jalanan. Videonya pun ramai beredar di media sosial.
Februari 2019 lalu, seorang turis Australia berjulukan Anne Hogg (28) ditangkap polisi alasannya yaitu mencuri anting emas di tempat Seminyak, Bali. Peristiwa pencurian itu terjadi Minggu (3/2) pukul 13.30 WITa. Hogg mulanya berpura-pura melihat anting emas di rak pajangan. Tidak usang kemudian pergi pribadi pergi dan ternyata ada sepasang anting yang hilang dari rak pajangan.
Di tahun yang sama, Seorang warga negara (WN) Australia Thorn Charlton Jhon (42) ditangkap polisi alasannya yaitu bikin ulah dan terus mengamuk. Jhon mengamuk dan menganiaya tamu hotel di tempat Kuta, dan Bandara Ngurah Rai, Bali. Peristiwa terjadi pada hari Kamis (31/1) dikala Jhon menginap di The Diana Suite. Sekitar pukul 03.30 WITA, pelaku tiba-tiba mengetuk pintu tetangga kamarnya berjulukan Gusrio Sinaga (20).
Diakui oleh WN Australia Sendiri
Tingkah laris jelek ini bahkan diakui oleh pihak Australia. Seorang pakar pariwisata Australia dari University of Sydney, Dr Deborah Edwards pernah berbincang kepada media The New Daily bahwa tindakan ini dipicu oleh kurangnya pemahaman wacana budaya dan ketidakmampuan untuk berperilaku terhormat di negara-negara asing.
"Orang-orang dari semua kelompok umur yang berbeda mengalami masalah, tetapi saya akan menyampaikan bahwa kelompok usia yang lebih muda mengalami lebih banyak masalah. Secara umum, saya pikir orang Australia sepertinya mendapat reputasi yang lebih jelek di luar negeri alasannya yaitu perilakunya,' ujar Dr Deborah.
Pernyataan Deborah ternyata terbukti melalui data yang dimiliki oleh DFAT Australia. Tercatat, dalam data orang yang berumur 25-54 tahun sering bepergian. Dalam pembagian persentase: 25-34 tahun 17,4%, 35-44 taahun 16,9% dan 45-54 tahun 17,7%.
Bahkan, musisi Jerinx 'Superman Is Dead' yang juga aktif mengkritisi sejumlah kebijakan dan kehidupan sosial di Bali pun angkat bicara mengenai masalah turis yang bertindak seenaknya.
BACA JUGA: Disorot Jerinx 'SID', Pemkab Badung Akui Banyak Turis Nakal di Kuta
Ia sempat mengunggah fenomena turis bandel di Bali pada 18 Maret lalu. Menurutnya, turis-turis bandel (meski tidak spesifik ke WN Australia) mempunyai ideologi 'White Supremacy'. Bukan sekadar bertindak senonoh, Jerinx juga menilai turis dengan ideologi ini membuka bisnis di Bali dengan teknik marketing yang rasis.
"Perlu diketahui juga, banyak dari turis white supremacist ini membuka bisnis di Bali dengan seni administrasi marketing yg rasis. Contoh paling simpel: membuka puluhan studio tato dgn penanda/stiker bertuliskan OWNED BY AUSSIE, sementara seluruh staff nya lokal. Buat apa coba jika bukan utk merendahkan studio tato milik lokal?," tulisnya dalam akun Instagram.
White Supremacy & Larrikin
Secara bahasa, berdasarkan Merriam Webster, White Supremacist yaitu sebuah kepercayaan bahwa ras kulit putih mempunyai andil yang besar serta lebih superior dibandingkan ras lainnya. Dalam bahasa Indonesia, sering disebut sebagai supremasi kulit putih, sebuah ideologi yang membuat ras kulit putih berada di atas segalanya (ras lain).
Ilustrasi turis di Bali (Gede Suardana/detikcom) |
Nampaknya, White Supremacy sering dipakai dalam ideologi politik di Amerika Serikat. Australia pun punya sebutan tidak resmi atau slang mengenai tingkah laris nyeleneh warganya yakni 'Larrikin'.
Menurut Britannica, Larikin merupakan slang dari Australia yang asal-usulnya tidak diketahui. Istilah ini terkenal pada selesai masa ke-19 dan awal masa ke-20, untuk mengambarkan penjahat muda atau hooligan di subkultur dengan tingkat pendapatan rendak di perkotaan Australia. Selain itu, istilah Larrikin juga diberikan kepada remaja dan orang remaja yang dipekerjakan secara sporadis dengan membentuk peseikatan atau geng dengan tidak kejahatan.
Dalam data yang dimiliki DFAT, ternyata agresi nyeleneh WN Australia paling banyak mempunyai reputasi jelek di Thailand. DFAT pun merangkum 5 negara yang paling banyak membutuhkan asistensi masalah tertinggi, yakni:
1. Thailand
2. Amerika Serikat
3. Indonesia
4. Filipina
5. China
Tercatat, ada 967 masalah hingga tahun 2018 di Thailand. Sedangkan AS 750 kasus, Indonesia 610 kasus, Filipina 590 masalah dan China 391 kasus.
Berbagai masalah tersebut pun beragam. Dari data yang sama, tercatat 3.062 masalah keselamatan, 1.585 masalah masuk rumah sakit, 1.540 ditangkap polisi, 533 masalah pencurian, 386 masalah dipenjara, 269 masalah penganiayaan, 1.671 masalah kematian dan 280 masalah lain.
Akses dan Kemudahan WN Australia ke Luar Negeri
Sebenarnya, saluran orang Australia ke luar negeri cukup mudah. Dari data Global Passport Index, paspor Australia merupakan yang ke-7 terkuat di dunia bersama Latvia, Estonia, Polandia, dan Slovakia. Australia mempunyai saluran ke 110 negara bebas visa, 52 negara saluran Visa on Arrival dan 36 negara dengan visa.
Nyatanya, membuat Australia yang tertata rapi dengan kesejahteraan yang tinggi tidak melulu mendidik warganya untuk bersikap baik di luar negeri. Meskipun sebenarnya, sikap di tanah Australia cenderung baik dan terkendali.
Namun, memang tidak semua kelakuan turis Australia bikin geleng-geleng kepala. Ada juga yang menghormati tujuan wisatanya, mengikuti tradisi lokal hingga melaksanakan kampanye positif.
BACA JUGA: Pengalaman Pertama Turis Australia Ikut Nyepi di Bali
Hal ini pun menjadi dilema. Di satu sisi, Australia merupakan salah satu pasar besar dunia pariwisata Indonesia, bahkan sejumlah negara lain. Namun tentunya, hal ini juga harus diiringi dengan sikap yang baik untuk membuat ketrentaman dan kedamaian.
Posting Komentar